Jakarta, mahasisya.com – Ketua PD Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) Lampung I Nengah Candra menjadi korban kekerasan dalam penanganan massa aksi peduli petani singkong, Senin (5/5/2025). Kekerasan diduga dilakukan oleh aparat.
Ketua PC KMHDI Bandar Lampung Wayan Erico Aditama mengatakan, insiden terjadi saat berlangsungnya aksi damai peduli petani singkong. Aksi tersebut diikuti mahasiswa, masyarakat, dan petani.
“Dia mengatakan aksi ini bertujuan untuk menyuarakan keresahan atas ketidakadilan yang dialami petani singkong,” kata Erico, melalui keterangan tertulis, Senin (5/5/2025).
Alih-alih dilindungi, I Nengah Candra justru menjadi korban kekerasan fisik. Tindakan itu menyebabkan luka serius hingga harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.
“Peristiwa ini bukan hanya bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia, tetapi juga merupakan cerminan nyata dari pembungkaman ruang demokrasi dan kriminalisasi terhadap gerakan rakyat,” ungkap dia.

Dia menyayangkan peristiwa tersebut. Sebab, aksi solidaritas yang seharusnya dijamin konstitusi direspons dengan tindakan represif.
“Kami menegaskan bahwa kekerasan tidak akan membungkam gerakan kami. Semangat kami untuk terus menyuarakan keadilan bersama rakyat tidak akan padam,” ujar dia.
Berdasarkan peristiwa tersebut, KMHDI se-Lampung menyampaikan empat tuntutannya, yaitu:
- Pengusutan tuntas terhadap tindakan penculikan dan kekerasan terhadap Ketua PD KMHDI Lampung.
- Proses hukum dan pertanggungjawaban terhadap seluruh pelaku di lapangan maupun atasan yang memberi perintah.
- Jaminan perlindungan dan ruang aman bagi mahasiswa, masyarakat, dan petani dalam menyuarakan aspirasi secara damai.
- Permintaan maaf terbuka dari institusi yang bertanggung jawab atas pelanggaran ini.
Dukungan Anggota DPRD Lampung
Pasca kejadian, Anggota DPRD Lampung, I Made Suarjaya, menyayangkan tindakan represif aparat tersebut. Menurutnya penanganan massa aksi harus dilakukan secara manusiawi, jika tidak, perlu adanya evaluasi.

“Banyak cara untuk membubarkan masa, tidak mesti harus diperlakukan tidak manusiawi. Ini harus dievaluasi, apalagi jelas hak menyampaikan pendapat diatur oleh undang-undang,” ucapnya.
Dalam kunjungannya menjenguk Candra di RSUD A Dadi Tjokrodipo, dia meminta pihak kepolisian bisa mengevaluasi oknum anggotanya yang melakukan kekerasan.
“Saya selaku anggota Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Lampung mengecam tindakan represif aparat kepada para pendemo hingga jatuh korban,” ujarnya.
Pernyataan Sikap dan Aliran Solidaritas
Pasca siuman dari RSUD A Dadi Tjokrodipo, Selasa (6/5/2025) melalui rilisnya, korban Nengah Candra mengecam tindakan kekerasan terhadap sejumlah peserta Aksi damai bersama petani singkong di Provinsi Lampung, termasuk dirinya. Ia, PD KMHDI Lampung bersama seluruh elemen aliansi menuntut pengusutan tuntas terhadap tindakan kekerasan tersebut, serta meminta pertanggungjawaban pihak berwenang, khususnya Gubernur Lampung dan aparat kepolisian.
“Saya mengecam keras tindakan represif aparat. Kekerasan tidak bisa menjadi alat untuk membungkam suara saya, atau siapa pun yang memperjuangkan keadilan. Kami tetap berdiri bersama rakyat. Tidak ada intimidasi yang akan menghentikan perjuangan kami demi keadilan dan kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.

Bersama dengan informasi dan fakta lapang yang telah terkumpul terkait tindakan aparat atas aksi bersama Petani Singkong di Lampung ini, aliran solidaritas bergema di beberapa daerah. Melalui rilis media, Ketua PD KMHDI Lampung, KMHDI Se-Bali, Ketua PD KMHDI NTB, PC KMHDI Bandung, PD KMHDI Jawa Barat, PD KMHDI Sumatera Selatan, dan Ketum Milenial Indonesia Lampung adalah beberapa lembaga yang terekam kompak mengecam tindakan represif ini, hingga hari ini (7/5/2025).
Ketum PP KMHDI Desak Periksa Polda Lampung
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Umum Pimpinan Pusat Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (PP KMHDI), I Wayan Darmawan, keprihatinannya atas kejadian ini. Ia mendesak Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Markas Besar Polri segera turun tangan menyikapi dugaan tindakan represif aparat kepolisian terhadap peserta aksi mahasiswa di Lampung.

“Kami sangat menyesalkan tindakan represif yang dilakukan oknum aparat terhadap massa aksi. Mereka tidak melakukan tindakan anarkis, hanya menyuarakan aspirasi petani yang mengalami ketidakadilan,” tegas Darmawan dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Darmawan menilai tindakan aparat saat mengamankan aksi tersebut tidak proporsional dan melukai semangat demokrasi serta kebebasan menyampaikan pendapat yang dijamin oleh konstitusi. Ia mengingatkan bahwa aparat kepolisian seharusnya menjadi pelindung rakyat, bukan sebaliknya.
Menurutnya, peristiwa ini menandakan lemahnya pengawasan internal dalam tubuh kepolisian, khususnya di tingkat daerah. Oleh karena itu, ia meminta Propam Mabes Polri segera melakukan pemeriksaan dan evaluasi menyeluruh terhadap jajaran Polda Lampung yang terlibat.
“Jika terbukti melanggar prosedur, harus diberikan sanksi tegas agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang,” imbuhnya.
Ia pun menegaskan bahwa menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak konstitusional setiap warga negara. “Setiap upaya menghalangi penyampaian aspirasi publik adalah bentuk pelanggaran terhadap konstitusi,” pungkasnya.
Darmawan juga menyinggung semangat Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan) yang terus digaungkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Menurutnya, tindakan represif semacam ini bertolak belakang dengan nilai-nilai Presisi yang diharapkan menjadi budaya kerja Polri.
Editor: Agus Pebriana.