Jawa Timur – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) menyayangkan terjadinya tindakan intoleransi yang dialami umat Hindu saat bersembahyang di Candi Belahan, Gempol, Jawa Tengah.
Sekretaris LBH KMHDI Ni Kadek Supatmi, S.H., menyampaikan rasa prihatinnya atas kejadian tersebut. Ia mengatakan penting bagi semua pihak membangun budaya saling menghormati di tengah keberagaman yang merupakan identitas bangsa Indonesia.

“Kejadian ini menjadi pengingat keras bahwa tempat ibadah harus dihormati tanpa kecuali. Tidak sepantasnya ruang suci dijadikan latar berfoto tanpa memahami konteks spiritual yang sedang berlangsung. Ini bukan hanya perkara sopan santun, tapi tentang kesadaran kolektif kita menjaga harmoni antarumat beragama,” ujarnya.
Supatmi juga menyoroti peran media sosial dalam menyebarkan informasi secara masif dan cepat. Menurutnya, di era digital saat ini, setiap tindakan individu dapat dengan mudah menjadi konsumsi publik, yang jika tidak disertai kesadaran sosial dapat memicu polemik hingga konflik horizontal.
“Media sosial adalah ruang publik yang sangat terbuka. Maka, setiap unggahan harus diiringi dengan tanggung jawab sosial. Foto yang tampak sepele bisa menimbulkan kesalahpahaman besar bila tidak memperhatikan nilai-nilai budaya dan agama,” tegasnya.
Sebagai bagian dari komitmennya terhadap nilai-nilai pluralisme, LBH KMHDI menyerukan pentingnya peran generasi muda dalam merawat toleransi antarumat beragama. Pihaknya juga membuka ruang dialog lintas agama dan budaya sebagai upaya konkret menciptakan Indonesia yang damai dan inklusif.
“Kita tidak bisa hanya bersandar pada hukum tertulis. Toleransi lahir dari hati, dibentuk dalam keluarga, dan tumbuh lewat praktik sehari-hari. Mari kita jaga Indonesia, bukan hanya di dunia nyata, tapi juga di dunia maya,” tutup Supatmi.
Sebelumnya, beredar sebuah foto viral yang memperlihatkan seorang perempuan berpose selfie di depan umat Hindu yang sedang melangsungkan persembahyangan.
Video tersebut pun memicu gelombang keprihatinan dan kritik luas dari masyarakat. Aksi yang dilakukan di ruang sakral tersebut dinilai mencederai semangat toleransi dan memantik diskusi publik mengenai urgensi etika berperilaku, khususnya di ruang-ruang ibadah yang harus dijaga kesuciannya.