Buleleng, Mahasisya.com – Fenomena mengejutkan muncul dari dunia pendidikan Indonesia. Ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di berbagai daerah teridentifikasi belum mampu membaca dengan lancar. Di Kabupaten Buleleng, Bali, misalnya, sebanyak 363 siswa SMP ditemukan dalam kategori Tidak Bisa Membaca (TBM) dan Tidak Lancar Membaca (TLM) . Di SMP Negeri 1 Mangunjaya, Pangandaran, Jawa Barat, 29 siswa juga mengalami hal serupa pada tahun 2023.
Ni Luh Sinta Yani, Direktur Lembaga Pendidikan KMHDI, menilai kondisi ini sebagai “tamparan keras” bagi dunia pendidikan Indonesia. “Ini bukan hanya soal angka, tetapi cermin kegagalan sistem pendidikan kita dalam membekali generasi muda dengan kemampuan dasar yang krusial,” ujarnya.
Dilansir dari berbagai penelitian, kemampuan membaca siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Faktor internal, seperti kondisi fisik dan psikologis siswa, termasuk gangguan belajar seperti disleksia, dapat menghambat kemampuan mereka dalam membaca. Selain itu, kurangnya dukungan dan perhatian dari keluarga dalam proses pembelajaran juga menjadi faktor penting yang mempengaruhi perkembangan literasi siswa. Jika orang tua tidak terlibat aktif, anak-anak cenderung kurang termotivasi untuk belajar membaca dengan baik.
Faktor eksternal lainnya adalah kualitas pembelajaran di sekolah. Metode pengajaran yang tidak efektif, serta kurangnya program literasi yang terstruktur, memperburuk kemampuan membaca siswa. Keterbatasan akses terhadap bahan bacaan yang berkualitas dan rendahnya motivasi belajar juga menjadi hambatan signifikan. Ditambah dengan kondisi pendidikan yang secara umum belum optimal, hal ini menjadikan peningkatan kemampuan membaca siswa menjadi tantangan besar yang memerlukan perhatian lebih dari semua pihak.
Data Rapor Pendidikan Indonesia 2023 menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Meskipun anggaran pendidikan meningkat, hasil belajar siswa belum menunjukkan perbaikan signifikan. Hal ini mencerminkan adanya ketidaksesuaian antara investasi dan hasil yang dicapai .
Ni Luh Sinta Yani menegaskan, “Kondisi ini menunjukkan bahwa kita kurang maksimal dalam membekali anak-anak kita dengan kemampuan dasar yang esensial. Pendidikan harusnya menjadi fondasi untuk masa depan mereka, bukan malah menjadi penghalang.”
Pemerintah daerah perlu segera mengimplementasikan program literasi yang terstruktur dan menyeluruh dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari Dinas Pendidikan, sekolah, hingga masyarakat.
Langkah konkret yang dapat dilakukan adalah melakukan asesmen menyeluruh untuk mengidentifikasi akar penyebab kesulitan membaca, kemudian memberikan pelatihan intensif bagi guru-guru dalam mengembangkan metode pembelajaran yang lebih inklusif dan kreatif. Selain itu, pemerintah daerah dapat menyediakan buku bacaan yang mudah diakses.
Fenomena ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak bahwa perbaikan sistem pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh, terutama dalam sistem kurikulum.
“Sangat disayangkan, saat ini Indonesia belum memiliki visi besar dalam sistem pendidikannya. Perubahan kebijakan kurikulum yang cepat juga menjadi salah satu penyebab dari persoalan ini” tutup Sinta.
Editor: Agus Pebriana.